Sabtu, 02 Mei 2015

Pesan terakhir Ki Hadjar Dewantara di Hari Pendidikan Nasional Indonesia



Ki Hajar Dewantara memiliki nama asli RM Suwardi Suryaningrat. Dia berasal dari keluarga keturunan Keraton Yogyakarta. Dia mengganti namanya tanpa gelar bangsawan agar dapat lebih dekat dengan rakyat. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, ia belajar di STOVIA, tetapi tidak menyelesaikannya karena sakit. BeIiau kemudian bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar, antara lain De Express, Utusan Hindia, dan Kaum Muda. Sebagai penulis yang handal, tulisannya mampu membangkitkan semangat antikolonialisme rakyat Indonesia.

Ki Hajar Dewantara juga aktif di bidang politik dengan bergabung ke dalam Budi Utomo, lalu mendirikan Indische Partij sebagai partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia pada tanggai 25 Desember 1912 bersama kedua rekannya, Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo. Ki Hajar Dewantara juga ikut membidangi terbentuknya Komite Bumiputra di tahun 1913 sebagai bentuk protes terhadap rencana Belanda memperingati kemerdekaannya dan Perancis. Dia kemudian membuat sebuah tulisan pedas di harian De Express yang berjudui "Als lk een Nederlander" (Seandainya Aku Seorang Belanda). Melalui tulisan ini, ia menyindir Belanda yang hendak merayakan 100 tahun kemerdekaannya dan Prancis di negeri jajahan dengan menggunakan uang rakyat indonesia. Berikut ini kutipannya.

Ki Hajar Dewantara

"Jika aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh Si inlander memberikan kontribusi untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkos suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya "

Akibatnya, Belanda pun langsung menjatuhkan hukuman pengasingan. Bersama Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo, ia dibuang ke Belanda. Di Belanda, Ki Hajar Dewantara memanfaatkan kesempatan mendalami masalah pendidikan dan pengajaran. Setelah kembali ke tanah air, Ki Hajar Dewantara memusatkan perjuangan melalui pendidikan dengan mendirikan perguruan Taman Siswa pada tanggal 3 JuIi 1922. Perguruan ini merupakan wadah untuk menanamkan rasa kebangsaaan kepada anak didik. 

Ajaran Ki Hajar Dewantara yang terkenal adalah ing ngarsa sung tulodo, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Artinya adalah di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi dorongan. Berkat jasanya yang besar di bidang pendidikan maka pemerintah menetapkan beliau sebagai Bapak Pendidikan dan tanggal lahirnya, 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional. Pada tahun 1957, ia mendapat gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada. Dua tahun setelah mendapat gelar tersebut, beliau meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata.
Tpt/Tgl.Lahir: Yogyakarta, 2 Mei 1889
Tpt/Tgl.Wafat: Yogyakarta, 26 Apr 1959
SK Presiden: Keppres No.305 Tahun 1959, Tgl. 28 November 1959
Gelar: Pahlawan Nasional

Selain ajarannya di bidang pendidikan, Ki Hadjar juga meninggalkan pesan yang sangat baik diteladani. Pesan tersebut kini dapat dilihat di Museum Sumpah Pemuda di Jl. Kramat Raya, Jakarta. "Aku hanya orang biasa yang bekerja untuk bangsa Indonesia dengan cara Indonesia. Namun, yang penting untuk kalian yakini, sesaat pun aku tak pernah mengkhianati tanah air dan bangsaku, lahir maupun batin aku tak pernah mengkorup kekayaan negara"

Sumber: www.informasi-warga.com atau klik  di sini

0 komentar: