Senin, 28 Mei 2018

Kisah Inspiratif Sang Natali


Suara tangis seorang bayi di malam itu, 25 Desember 1976, bertepatan dengan kelahiran sang Juru Selamat (Yesus Kristus), yang belakangan diketahui adalah anak sulung berjenis kelamin wanita yang baru saja lahir dari sebuah pasangan keluarga sederhana.

Jauh dikeheningan malam karena ditinggal penduduk setempat yang sedang merayakan malam Natal (yang letaknya puluhan kilometer dari dusun Ilowutung), serta ketiadaan tenaga medis, memaksakan sang ayah untuk berperan ganda demi keselamatan nyawa darah dagingnya.

Natali itulah nama yang dibubuhi sang ayah untuk bayi mungil itu. Natali tumbuh dalam kesederhanaan seperti keluarga-keluarga lain di dusun itu. Dengan seiring berjalannya waktu jumlah anggota keluarga Natali semakin besar setelah hadir keempat adiknya yang lain.

Terlahir dari keluarga kurang mampu, terkadang memaksakan seseorang hanya berpasarah pada kenyataan pahit hidupnya. Dilain sisi justeru ada orang yang sukses karena terlahir dari keaadaan demikian, seperti yang dialami adik-adik Natali (but not Natali).

Seperti biasa sebagai seorang gadis kampung, Natali hanya bisa mengeyam pendidikan SD. Ketika tamat SD, Natali dan para gadis lainnya lantas menjadi pekerja rumahan (memasak,mencuci, bersih-bersih rumah) sambil menunggu siapa jodoh yang kirimkan Tuhan untuknya.

Gading gajah yang merupakan mahar dalam budaya suku Lamaholot menjadi impian semua orangtua yang memiliki anak gadis, tak terkecuali orang tua Natali. Itulah kenyataan yang harus dihadapi seorang gadis kampung seperti Natali sebagai bentuk kepatuhannya terhadap orangtua.

Hati kecil Natali benar-benar memberontak. Gadis berparas cantik ini lantas memutuskan untuk merantau karena tak sanggup menghadapi kenyataan hidupnya itu. Atas restu kedua orang tuanya, dan bermodalkan keberanian, ia kemudian berangkat ke Negeri Jiran (Malaysia).

Hanya satu tujuan Natali, ia tak ingin adik-adiknya mengalami  hal seperti yang ia sendiri alami. “Mereka harus sekolah, minimal tamat SMA”, katanya. Itulah modal Natali untuk meyakinkan kedua orangtuanya. Itulah yang dipikiran Natali kecil, yang bisa menjangkau pikiran orang dewasa.

Salib adalah Jalan

Setiap jalan pasti dibukakan Tuhan bagi orang yang selalu berusaha. Itulah yang ada dalam pikiran Natali. Dan benar seperti janji Natali kepada kedua orang tuanya. Setelah mendapatkan pekerjaan yang layak, kehidupan keluarga di kampung halaman seperti mengalami suatu perubahan besar.

Keempat adiknya lantas bisa mengenyam pendidikan hingga ke tingkat SMP waktu itu (tahun 90-an), atas hasil kerja kerasnya sebagai TKW. Sayang salah satu dari keempatnya (anak ke-2) harus putus sekolah karena harus merawat kedua orangtuanya yang kebetulan sakit secara bersamaan saat itu.

Sang ayah yang sakitnya berkepanjangan benar-benar menjadi salib berat tersendiri untuk Natali waktu itu. Tapi syukurlah, karena atas kehendak Tuhan ayah Natali kembali sehat, setelah 6 bulan terbaring di rumah sakit, dan istirahat total 3 tahun untuk masa pemulihan.

Salib yang dialami keluarga ini justru menjadi jalan terbuka bagi mereka. Tak disangka putra tunggal yang merupakan anak ke-3 keluarga itu mampu melanjutkan pendidikan hingga ke tingkat yang lebih tinggi setelah lolos dalam suatu seleksi masuk perguruan tinggi.

Tuhan benar-benar baik. Selepas wisuda, sang putra tunggal langsung dipinang dalam seleksi angkatan laut republik indonesia. Ia lantas lolos dan kini bekerja sebagai seorang militer. Mungkin terasa biasa bagi kalangan tertentu, tetapi ini benar-benar mujizat bagi orang-orang pinggiran seperti keluarga Natali.

Anak ke-4 yang memilih jurusan kesehatan semasa kuliahnya, kini sedang bekerja di salah satu rumah sakit. Dan si bungsu yang berjiwa seni, kini sedang menjalankan masa-masa akhir studinya pada jurusan sendratasik (seni, drama, tari dan musik) di salah satu perguruan tinggi.

Kembali ke Sang Khalik

Kisah kesuksesan yang mampu mengubah hidup keluarga sederhana itu, tidak terlepas dari peran penting sang Natali yang dianggap sebagai pahlawan keluarga. Tetapi yang namanya hidup, tidak hanya bahagia saja yang dialami, kedua sisi antara bahagia dan sedih pasti selalu seimbang (life balance).

Keputusannya untuk tidak berkeluarga (memiliki suami), terbukti mampu mengantarkan kesuksesan adik-adiknya. Tetapi siapa sangka, Rabu, 18 April 2018, tepat pukul 01.55 dini hari waktu setempat adalah hari terakhir Natali berada ditengah keluarganya.

Seperti tersambar petir disiang bolong, semua kaum keluarga, kerabat, sahabat, dan kenalan seolah-olah tak percaya dengan berita kematian Natali. Kurang lebih baru setahun kembali dari perantauan, dan memilih untuk beristirahat bersama kedua orangtuanya.

Tak diduga ternyata demi kebahagiaan keluarga, Natali menyembunyikan suatu penyakit mematikan (kanker) dalam dirinya. Yang belakangan berdasarkan informasi yang diperoleh pihak keluarga dari sahabat kenalan Natali, penyakit yang dideritanya sudah berada pada stadium 4 (posisi terakhir) ketika kembali ke kampung halaman.

Itulah Natali, pahlawan keluarga yang lahir bertepatan dengan peringatan kelahiran Juru Selamat di sebuah dusun terpencil. Ia lebih memilih untuk mengorbankan segalanya, termasuk nyawanya sendiri demi kebahagiaan keluarga yang ia cintai.

“Terimakasih kaka, sudah menjadi pahlawan dan teladan buat keluarga kita. Jasamu akan selalu dikenang”. Itulah kata-kata yang terlontar dari adik-adik Natali saat mengantarkan jenazah kakanya menuju ke pemakaman.

Hari ini, genap 40 hari kepergian Natali dari tengah-tengah keluarga, dan kerabat. Tetapi kisah Natali ini mampu memberikan kita pelajaran hidup yakni "jangan pernah menyerah dengan kenyataan hidup ini, jika ingin mengubahnya lebih baik". @hyrolado

0 komentar: