Rabu, 18 Mei 2016

Berhenti belajar setelah menjadi guru

Pemahan miring guru tentang assesmen menggambarkan kelemahan kita sebagai pendidik yang cenderung berhenti belajar setelah menjadi guru. Guru sering menasehati siswanya untuk giat belajar, namun dirinya sendiri tidak demikian. Lalu apa yang harus dituru dari dirinya?

Kemampuan mengajar di kelasnpun sering dianggapnya sudah lebih dari cukup, walaupun masih banyak kelemahan yang muncul saat proses pembelaran. Apalagi ditambah penilaian yang terkesan hanya berpatok pada aspek kognitif saja, dan mengabaikan kedua aspek lainnya. Lebih dari itu, ketidaktuntasan siswa dianggap sebagai kelemahan individu siswa yang bersangkutan. Padahal nilai tersebut, menggambarkan keberhasilan atau kegagalannya seorang guru selama melakukan proses pembelajaran.

Mengejar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan satuan pendidikan, juga menjadi target yang paling diutamakan. Lalu apakah sang penentu KKM mengetahui dengan benar tingkat kompleksitas setiap mata pelajaran? Jawabannya bisa ditebak "mengarang". Akhibanya jurus mendongkrakpun mulai diterapkan dalam dunia pendidikan. Sesungguhnya hal tersebut dilakukan hanya untuk mematikan katakter (jujur) baik dalam diri guru maupun siswa.

Sepertinya hasil sulap yang dilakukan guru setiap tahun, sudah terserap dan dipahami benar oleh siswa ketimbang pembelajaran yang diberikan gurunya. Kini kita telah memunculkan karakter baru yang sangat tidak diharapkan "mental santai" dari diri siswa. Bahkan lebih dari itu, hasil Ujian Nasional (UN) dijadikan patokan utama mutu suatu lembaga pendidikan. Haruskah demikian?


contoh_laporan_PPL_lesson_study
artikel_lesson_study

0 komentar: