Ternyata perasaan tersebut tidak hanya dirasakan olehku. Benar saja ketika aku menyampaikan jadwal kepulangan pada keluargaku, wajah putraku langsung berubah. Tidak terduga pikiran ini dapat muncul pada pribadi seorang anak yang baru berusia 4 tahun. Sentak ia langsung menjawab "ah.....bapak tidak sayang saya (sesuai dialek orang Lembata)". Saya hanya bisa menjawab "bapak harus kembali untuk melanjutkan sekolah, jika tidak maka bagaimana bapak mengembalikan uang negara?". Mungkin, kata-kata itu belum dipahami dengan benar bagi putraku. Sehingga ia kembali bertanya "berati saya ulang tahun, tidak ada bapak?". Ya, jawabku.
Tidaklah heran ketika saatnya aku pamit pada istri tepatnya pkl.23.00 Wita, keduanya tersadar dari tidur dan langsung menangis. Ada ucapan putraku yang masih terngiang di telingaku "bapa jangan pulang ka". Sementara putriku yang baru berusia 1 tahun 6 bulan, disela tangisannya hanya terdengar kata "bapa". Berangkatnya aku pada malam itu, seolah-olah meninggalkan kesan pada anak-anakku, jika kami tidak lagi bersama dan hanya dapat berkumpul pada saat-saat tertentu.
Akhirnya aku pun tiba di tempat tujuan setelah dua hari menempuh perjalanan. Aku langsung bergegas menelpon, dan terdengar suara putraku langsung menyambar "halo bapa" terus diam. Kebetulan putraku selalu menjaga handphone ibunya karena menunggu janji dariku, untuk menelpon ketika sudah tiba di tempat tujuan. Mendengar suaranya aku pun membalas "halo sayang" tapi heran, tak ada lagi suara darinya. Tiba-tiba terdengar suara ibunya "tan'ni ei" yang artinya sudah menangis.
Hanya sekilas, tetapi ternyata sangat mendalam bagi putraku, walaupun masih diusia yang belia. Kembali aku sibuk beraktifitas, sehingga hanya sesekali menelpon keluarga. Tak terasa hari ulang tahun putra ku pun tiba. Malam itu aku menelepon, tapi ketika diangkat putraku, hanya terdengar "halo papa" dan diam. Seperti biasa ia menangis, dan tak mau melanjutkan obrolan kami. Ia ternyata menagih janjiku, untuk menghadiahkan mainan pesawat. Itulah pengalaman pertama ulang tahun putraku tanpa kehadiranku.
Hari-hari pun berlalu, dan kejadian yang sama ketika setiap kali aku menelepon. Malah untuk mengajak putra ku mengobrol pun sudah sulit, sebab yang ia inginkan hanyalah aku kembali. Ia merasa kesepian, karena tidak ada lagi dongeng sebelum tidur, jalan-jalan dengan sepeda motor sebelum tidur siang dan belajar bersama sebelum nonton film kartun bersama. Itulah beberapa hal yang selalu rutin dilakukan. Karena gemar belajar, tak heran ia sudah bisa merangkai huruf menjadi kata dan membacanya pun sudah lumayan baik untuk anak yang seumurannya.
Pupus harapanku. Tepatnya tanggal 07-06-2014 malam, ada kabar dari istriku kalau Piter panas tinggi dan harus dilarikan ke rumah sakit sekitar pkl.01.00 wita. Setelah melalui perawatan para medis selama 4 hari di Rumah Sakit Umum Daerah Lembata, Piter dinyatakan sembuh oleh dokter dan diperbolehkan untuk pulang.
Namun Tuhan berkehendak lain. Dini hari tanggal 12-06-2014, Piter tersentak kejang dan tak lagi dapat tertolong. Ia koma, dan langsung dilarikan ke ruang ICU, disaat saya dan salah satu anggota keluarga yang turut menemaninya di rumah sakit sedang ngobrol, via telepon mengenai perkembangan penyakitnya. Saat sedang asyiknya ngobrol, tiba-tiba terdengar teriakan Piter, Piter, Piter, ....
Tersentak seperti seluruh aliran darah dalam tubuhku terhenti. Hatiku seperti teriris sembilu, ketika mendengar suara dari istriku, "siap dan kembali saat ini juga, sebab Piter ....". Air mataku berderai, mengingat semua yang telah kami lalui bersama. Untunglah ada teman sekontrakan yang setia menghibur dan menyiapkan segala yang perlu untuk kepulanganku. Setelah semuanya beres, akupun bergegas untuk kembali diiringi doa dari teman-teman seangkatanku.
Setibanya Jumad 13-06-2014, pkl.10.00 wita saya langsung disambut dengan segala tangisan terselubung dari keluarga. Benar saja setelah beristirahat beberapa menit, saya diperkenankan dokter untuk membesuk. Ketika membuka pintu ruang ICU, aku sudah dapat merasakan getir itu, seolah-olah melilit tenggorokan ini. Tak ada kata, hampa, benar-benar hampa. Karena penasaran melihat seluruh peralatan yang digunakan medis untuk membantu pernapasan, dan detak jantung Piter, sayapun memohon pada team medis untuk melepaskannya. Benar saja, hanya jantung anakku yang berfungsi.
Aku tetap diam dan berharap Tuhan mau mendengarkan jeritan hatiku. Hari-hariku pun terasa seperti dalam jurang yang tak ada jalan keluarnya. Akhirnya pada minggu 15-06-2014 pkl.08.00 wita, jantung Piter benar-benar berhenti berdenyut. Hanya air mata yang terus berguguran membasahi pipiku, yang sesekali kuusap. Pupus harapanku, usailah sudah ....
Setelah semuanya berakhir, akupun kembali melanjutkan aktifitas seperti biasanya. Tak terasa setahun sudah kami berpisah. Ada hal yang tak terduga kembali hadir dalam hari-hari hidupku, dimana akan ada ujian lagi ujian berat yang harus saya hadapi di tanggal yang bersamaan. Hari itu sedangku nanti, dengan penuh harap. Senin,15-06-2015, pkl.09.30 wib, semoga semuanya berjalan lancar.
Doa kami
Tuhan, Engkau telah menghadirkan dia untuk kami, pelihara dan didik sesuai dengan kehendakmu, namun kini ia telah Engkau panggil menghadap hadiratmu di usianya yang baru menginjak 4 tahun 4 bulan 14 hari. Namun kami yakin dan percaya, Engkau telah melakukan terbaik untuk dia.
Oleh sebab itu ya Tuhan, kami mohon tuntunlah dia melalui Bunda Maria untuk selalu setiap saat, tak henti2nya mendoakan kami sekeluarga dan semua orang yg pernah ia kenal dan ia cintai. Tuhan kuatkanlah kami dalam cobaan berat ini..... amin
0 komentar:
Posting Komentar